RTOP

Sabtu, 31 Juli 2010

Adakah kita masih memiliki semangat sebagaimana semangat Wanita Anshar ?

Ketegaran hati seorang wanita Anshar sepatutnya menjadi contoh bagi kita, karena cintanya pada Allah dan Rasul-Nya dia ikhlas melepaskan semua yang ia sayangi. Adakah kita masih memiliki semangat sebagaimana semangat Wanita Anshar ?
Saat perang Uhud , banyak diantara sahabat Rasulullah yang terbunuh. Rasulullah sendiri terluka parah dan beredar rumor bahwa beliau tewas dalam perang itu. Rumor itu mengejutkan para wanita muslim di Madinah dan banyak diantara mereka yang keluar dari rumah, untuk mencari berita yang sebenarnya.
Seorang wanita anshar melihat seseorang datang dari medan Uhud, wanita itu mendekati laki-laki itu dan menanyakan kabar Rasulullah. Karena ia mengetahui bahwa Rasulullah dalam keadaan aman dan dia tidak sangsi lagi akan keselamatan beliau, laki-laki itu menjawab,
“Nyonya, ayah anda tewas dalam perang”.
Betapa menyedihkan berita itu ! Tetapi wanita Anshar itu cepat menguasai diri, dan bertanya lagi,
“Bagaimana nasib Rasulullah ? apakah beliau masih hidup ?”
Lagi-lagi laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan si wanita, dan malah berkata,
“Saudara anda juga terbunuh”
Berita duka yang kedua kalinya ! Tetapi wanita Anshar itu cepat tersadar dari kesedihannya dan ia mengulangi partanyaannya. Lagi-lagi laki-laki itu menjawab,
“Suami anda juga gugur dalam perang.”
Berita duka yang ketiga kalinya ! Wanita itu tetap tegar menerima berita itu dan dengan suara pilu ia berkata,
“Aku tidak ingin menanyakan siapa diantara anggota keluargaku yang terbunuh dan siapa yang masih hidup. Aku tidak menginginkan informasi ini sekarang. Tolonglah katakan kepada kami bagaimana nasib Rasulullah ?”
Laki-laki itu menjawab,
“Rasulullah dalam keadaan aman.”
Roman muka wanita Anshar itu berseri-seri. “pengorbanan (keluargaku) tidak hilang sia-sia.” Kata wanita Anshar itu terharu.

RENUNGAN:
“SESUNGGHUNYA PENGORBANAN TIDAK AKAN SIA-SIA”
Sumber: Pesan Facebook Manu'-manu' Pattang 18 Juni jam 20:05

Kamis, 29 Juli 2010

BERFIKIRLAH SEJAK ANDA BANGUN TIDUR

Tidak diperlukan kondisi khusus bagi seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang baru saja bangun tidur di pagi hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang dapat mendorongnya berpikir.

Terpampang sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan telah sirna. Ia siap untuk memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman Allah:

"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)

Setelah membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.

Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya.

Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya.

Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di akhirat. Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai Allah.

Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19)

Bagaimana kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Ar-Ruum, 30: 54)

Bagi orang yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di dalam cermin dapat memunculkan beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak usia dua dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat di wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai kelihatan di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di sebagian besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja, rambutnya memutih dan tangannya menjadi rapuh.


Bagi orang yang berpikir tentang hal ini, usia senja adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang yang memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat. Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda.


Pada umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan, sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah.

Setiap saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan.

Segala kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi mereka yang sombong dan membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya.


SUMBER: BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR? KARYA HARUN YAHYA

Rabu, 28 Juli 2010

Aku Rindu RAMADHAN

Apabila benar kita rindu RAMADHAN, kita akan mencium bau RAMADHAN, seperti Ya'qub Alaihissalam mencium bau Yusuf Alaihissalam karena kerinduan yang menggelora pada puteranya itu.

Disaat Kita mencium RAMADHAN dan Kita kenakan 'pakaiannya', niscaya hati Kita akan kembali melihat. Seperti pandangan Nabi Ya'qub, terbebas dari kebutaan karena mencium aroma baju Nabi Yusuf.

Jika benar Kita rindu RAMADHAN, Kita akan selalu siap menyambut kedatangannya. Allah SWT berfirman, artinya:
"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. Maka Allah melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka, "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu." (QS. At-Taubah: 46).

Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata, "Berhati-hatilah terhadap dua perkara. Pertama: Kewajiban telah datang, tetapi kalian tidak siap untuk menjalankannya, sehingga kalian mendapat hukuman berupa kelemahan untuk memenuhinya dan kehinaan dengan tidak mendapatkan pahalanya…."

Allah SWT berfirman, artinya:
"Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah, "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Kerana itu, duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang." (QS. At-Taubah: 83).

Kita haruslah berhati-hati dari mengalami nasib seperti ini, yaitu menjadi orang yang tidak berhak menjalankan perintah Allah SWT yang penuh berkah. seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman, berupa tertutupnya hati dari hidayah.

Allah Azza Wajalla berfirman, artinya:
"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya ." (QS. Al An'am: 110).

Itulah sebabnya pentingnya persiapan dalam menyambut kedatangan RAMADHAN, sehingga kita tidak dihukum dengan tidak berdayanya kita dalam melakukan kebaikan dan kehinaan dengan tidak boleh menambah ketaatan.

Mari kita renungkan kembali ayat-ayat di atas. Allah SWT tidak menyukai keberangkatan mereka lalu Allah SWT lemahkan mereka. Karena tidak ada persiapan dari mereka dan niat mereka pun tidak lurus.

Namun, apabila seseorang bersiap untuk menunaikan suatu amal, dan ia bangkit menghadap Allah SWT dengan kerelaan hati, maka Allah tidak menolah menolak hambanya yang datang menghadap-Nya. Sehingga dahulu, generasi salafush shaleh selalu mempersiapkan diri-diri mereka dalam
menyambut RAMADHAN dengan sebaik-baiknya.

Pada enam bulan sebelum RAMADHAN, mereka berdoa agar sampai di bulan RAMADHAN. Kemudian pada enam bulan setelah RAMADHAN, mereka berdoa agar kembali bertemu RAMADHAN. Sehingga sepanjang tahun, kehidupan mereka nuansanya adalah RAMADHAN.

Antara Rajab, Sya'ban dan RAMADHAN
Buatlah persiapan menyambut RAMADHAN. Aisyah—radhiyallahu 'anha—berkata,
لَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطٌّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبِانَ، كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كَلَّهُ
"Saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa dalam satu bulan, sebanyak yang beliau lakukan di bulan Sya'ban. Di dalamnya, beliau berpuasa sebulan penuh." (HR. Muslim).

Menurut riwayat lain, "Beliau berpuasa di bulan Sya'ban kecuali sedikit hari."
Kerananya, bersiaplah dengan banyak berpuasa, agar jiwa terbiasa dengan puasa. Lakukanlah shalat malam di bulan Sya'ban. Perbanyakanlah membaca Al Qur'an. Perbanyaklah dzikir kepada Allah SWT sebagai pengantar memasuki RAMADHAN.

Sebagian ulama mengatakan bahwa Rajab adalah bulan persemaian. Sya'ban adalah bulan pengairan. Adapun RAMADHAN, ia adalah bulan memetik buah. Agar buah dapat dipetik di bulan RAMADHAN, harus ada benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun.

Perbarui Taubat
Persiapan lain untuk menyambut RAMADHAN adalah taubat. Semoga Allah SWT mengaruniakan taubat nasuha kepada kita agar Ia ridha. Karena taubat wajib dilakukan seorang hamba setiap saat.

Allah Azza Wajalla berfirman, artinya:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." (QS. An-Nur: 31).

Agungkan Perintah dan Larangan Allah SWT
Kita harus memiliki rasa kuatir yang besar, jika kita tetap tidak terbebas dari api neraka meski telah melewati RAMADHAN. Bagaimana nasib Bani Israil, tatkala mereka tidak menghormati perintah Allah Azza Wajalla untuk tidak mencari ikan di hari Sabtu? Allah Sunhaanahu Wata’ala mengubah mereka menjadi kera.

Allah SWT berfirman, artinya,
"Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, kami katakan kepadanya, "Jadilah kamu kera yang hina." (QS. Al A'raf: 166).

Allah SWT berfirman, artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al Baqarah: 183).

Ini adalah perintah, kewajiban sekaligus ritual yang agung. Barangsiapa mengagungkannya, dia adalah orang bertakwa. Allah SWT berfirman, artinya:
"Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al Hajj: 32).
Secara fitrah, hati manusia membenci kemaksiatan. Tetapi sebagaimana diketahui, fitrah bisa berubah-ubah. Karenanya, sebelum RAMADHAN datang, kita harus berusaha mengembalikan fitrah ini ke dalam hati bila ia telah hilang, atau memperkuatnya bila telah melemah.

Dengannya, seseorang menjadi enggan bermaksiat kepada Allah, khususnya setelah merasakan kondisi keimanan di tengah ibadah puasa. Agar hati terlatih bersikap enggan terhadap maksiat sebelum RAMADHAN datang.
Seseorang harus berbaur dengan nilai-nilai ruhiyah yang tinggi, agar hati mengingkari dan berhati-hati atas segala bentuk maksiat, baik lisan, penglihatan, perasaan, maupun anggota badan. Ia juga harus berbaur dengan perenungan Al Qur'an dan pemahaman zikir, mencoba merasakan kelezatan munajat dan tunduk di hadapan Allah SWT.

Kesiapan seseorang untuk menyambut RAMADHAN ditKitai dengan sikap enggan terhadap maksiat. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbanyak puasa dan membaca Al Qur'an. Orang yang berakal tidak akan terbayang untuk melakukan maksiat ketika sibuk dengan ketaatan.

Latih Kepekaan Pancaindera
Biasakanlah pancaindera dengan ketaatan. Latih mata untuk melihat mushaf, hindarkan dari memKitang yang haram. Latih telinga mendengar Al Qur'an, mendengar ilmu. Hindarkan dari mendengar nyanyian-nyanyian haram, perkataan dusta, keji, dan kotor. Biasakan lidah memperbanyak zikir, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, berkata jujur dan menyampaikan nasihat kepada kaum Mukmin.

Manusia akan bertanggung jawab atas anggota badan dan inderanya ini pada hari kiamat.
Allah SWT berfirman, artinya,
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al Isra': 36).

Kerana, pancaindera harus dilatih sebagai bentuk persiapan, agar ia tunduk kepada Kita pada bulan RAMADHAN. Kita pun akan mudah mengendalikannya.

Perbanyak Puasa pada Bulan Sya’ban
Dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha, berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa hingga kami mengatakan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah puasa. Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan RAMADHAN. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim).

Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang diharamkan mendapatkan berkah RAMADHAN karena RAMADHAN telah di depan mata, namun kita belum melakukan persiapan.
(Disarikan dari "Asraarul Muhibbiin fii RAMADHAN" karya Syekh Muhammad Husain Ya'qub/Al Fikrah Edisi18, 16 Juli 2010)

Selasa, 27 Juli 2010

Doa Tatkala Dirundung Gundah, Sedih, dan Perasaan Tidak Menentu

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي

Allaahumma innii 'abduka wabnu 'abdika wabnu amatik, naashiyatii biyadik, maadlin fiyya hukmuk, 'adlun fiyya qadlaa'uk, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahuu fii kitaabika, au 'allamtahu ahadan min khalqika, awis ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka, an taj'alal Qur'aana rabii'a qalbii wanuura shadrii wajalaa'a huzni wa dzahaaba hammii

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku."

Doa di atas didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seseorang tertimpa kegundahan dan kesedihan lalu berdoa (dengan doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kegelisahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan.

Ibnu Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, 'Ya Rasulallah, bolehkah kita mempelajarinya?' Beliau menjawab, 'Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya'." (HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391, 452, Al-Hakim dalam Mustadraknya I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47, Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 10198 –dari Maktabah Syamilah-. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119 no. 124 dan Silsilah Shahihah no. 199.)

Apabila yang Berdoa Seorang Wanita

Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar (laki-laki), Ana 'Abduka (aku hamba laki-laki-Mu), Ibnu 'Abdika Wabnu Amatik (anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba perempuan-Mu). Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz tersebut tepat dan tidak menjadi persoalan. Namun, bila yang berdoa seorang muslimah, apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan bentuk mu'annats (untuk perempuan), yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu 'Abdika, Ibnatu Amatik (Ya Allah aku adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan anak perempuan dari hamba perempuan-Mu)?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita yang mendengar doa di atas, tapi dia tetap berpegang dengan lafadz hadits. Lalu ada yang berkata padanya, ucapkan, "Allahumma Inni Amatuk . . . ." namun dia menolak dan tetap memilih lafadz dalam hadits, apakah dia dalam posisi yang benar ataukah tidak?

Kemudian beliau menjawab, "Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma Inni Amatuk, bintu amatik . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun ucapannya, 'Abduka, ibnu 'abdika memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti lafadz zauj (pasangan; bisa digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu a'lam." (Majmu' Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)

Syaikh Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahullah pernah juga ditanya tentang cara berdoanya seorang wanita dengan doa tersebut. Apakah wanita itu tetap mengucapkan, "wa ana 'abduka wabnu 'abdika" (dan saya adalah hamba laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba laki-laki-Mu) ataukah harus mengganti dengan, "Wa ana amatuk, ibnu 'andika atau bintu 'abdika"?

Beliau rahimahullah menjawab, "Persoalan ini luas Insya Allah, Persoalan dalam masalah ini luas. Apabila wanita itu berdoa sesuai dengan hadits, tidak apa-apa. Dan jika berdoa dengan bentuk yang ma'ruf bagi wanita, Allahumma innii amatuk, wabnutu 'abdika, juga tidak apa-apa, semuanya baik

Doa Berlindung dari Kesyirikan

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ

Allaahumma Innii A'udzu bika an Usyrika bika wa Anaa A'lamuhuu wa Astaghfiruka Limaa Laa A'lamuhu

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ

Allaahumma Innaa Na'udzu bika min an Nusyrika bika wa Anaa A'lamuhuu wa Nastaghfiruka Limaa Laa A'lamuhu

"Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan kami memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad IV/403 dari Abu Musa al Asy'ari. Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al Targhib wa al Tarhib I/121-122 no. 36)





Isi Kandungan Doa

Kedua doa di atas berbentuk isti'adzah (memohon perlindungan). Biasanya dipanjatkan dari sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan. Dalam hal ini adalah syirik. Karena syirik dapat mengakibatkan keburukan di dunia dan di akhirat, di antaranya:

1. Dosa syirik adalah dosa yang tidak terampuni, jika pelakunya meninggal di atasnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al Nisa': 48 dan 116)

2. Syirik menghalangi pelakunya dari surga dan menjadikannya kekal di dalam neraka.

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun." (QS. Al Maidah: 72)

Dari Ibnu Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهْوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

"Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah, pasti ia masuk ke dalam neraka." (HR. al Bukhari)

3. Syirik menghapus pahala amal shalih yang telah dikerjakan oleh pelakunya.

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al Zumar: 65)

Seseorang yang pahala amal-nya terhapus karena perbuaan syiriknya, maka Allah tidak memberikan balasan sedikitpun terhadap amal tersebut. Sebaliknya Allah akan mengadzabnya karena kedzaliman dan penghinaannya kepada Allah dengan kesyirikan yang dia lakukan.

Akibat buruk di atas pantas dijatuhkan kepada seorang musyrik, karena perbuatan syirik adalah perbuatan dzalim dan dosa yang sangat besar. "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)

Abdullah bin Mas’ud radliyallah 'anhu berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab, “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang musyrik telah berlaku jahat terhadap hak Allah. Padahal Allah-lah sang pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan. Namun, seorang musyrik telah menentang dan mengingkari semua itu, bahkan dia memberikan ibadah dan penghormatan yang hanya menjadi hak Allah kepada selain-Nya yang bukan pencipta, bukan pemberi rizki, tidak menghidupkan dan mematikan.

Seorang muslim harus takut dan khawatir terhadap perbuatan syirik. Dia harus berhati-hati, jangan sampai terjerumus ke dalam perbuatan yang sangat buruk ini karena samarnya permasalah ini. Yaitu, seperti yang disampaikan Ibnu 'Abbas, bagaikan semut kecil yang merayap di atas batu hitam di malam yang kelam. (Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Wahai umat manusia, takutlah kalian terhadap kesyirikan, karena syirik itu lebih samar dari merayapnya semut.” (HR. Ahmad)

"Wahai umat manusia, takutlah kalian terhadap kesyirikan, karena syirik itu lebih samar dari merayapnya semut.”



Karena sulitnya selamat dari perbuatan syirik -kacuali orang yang ditolong Allah untuk menjauhinya- Abu Bakar al Shiddiq mengadu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan menyampaikan, “Wahai Rasulullah, bagaimana kita bisa selamat darinya padahal ia lebih lembut daripada semut yang kecil?

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: "Maukah aku ajarkan kepadamu satu kalimat (doa), jika engkau membacanya pasti selamat dari syirik yang samar maupun yang jelas? Ucapkanlah :

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad, al Thabrani dan lainnya. Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al Targhib wa al Tarhib. Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa: 2/158, menyebutkannya dari Abi Hatim dalam shahihnya)

Diriwayatkan juga dari Umar bin Khathab radliyallah 'anhu, beliau sering berdoa :

اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي كُلَّهُ صَالِحًا وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصًا وَلَا تَجْعَلْ لِأَحَدِ فِيهِ شَيْئًا

"Ya Allah, jadikan amalku seluruhnya adalah shalih (sesuai tuntunan Rasulullah) dan jadikan ia ikhlash mencari ridla-Mu, jangan jadikan sedikitpun dari amal itu untuk seseorang."

Di samping dengan berlindung kepada Allah dari kesyirikan dengan doa-doa di atas, kita juga harus melakukan usaha nyata dengan menuntut ilmu dan belajar, khususnya tentang tauhid dan syirik. Dengan ilmu tersebut pandangan kita semakin tajam dan jeli, dapat melihat kesyirikan sekecil apa pun. Sebaliknya tanpa ilmu sering manusia terjerumus ke dalam kesyirikan, bahkan syirik besar, dalam keadaan tidak sadar dan merasa dirinya sedang berbuat baik.

Sebaliknya tanpa ilmu sering manusia terjerumus ke dalam kesyirikan, bahkan syirik besar, dalam keadaan tidak sadar dan merasa dirinya sedang berbuat baik.

Semoga Allah melindungi kita dari kesyirikan, yang besar maupun yang kecil, yang samar maupun yang jelas, sehingga tergolong sebagai hamba Allah mukhlisin. Harapannya, semoga dengan bersih dari syirik amal shalih kita diterima oleh Allah, segala kesalahan dan dosa kita diampuni, Allah masukkan kita ke dalam surga-Nya, dan dijauhkan dari neraka. "Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung." (QS. Ali Imran: 185

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites